Rabu, 11 Oktober 2017

Mengukur Keimanan (Bagian 2)

Tags

Oleh Sumadi Al Jawiy, S.Pd.

Pada artikel sebelumnya, penulis telah memaparkan ciri-ciri orang yang bertakwa yang ditengarai dengan beriman kepada yang ghaib dan mendirikan sholat. Pembahasan tentang sholat membutuhkan pembahasan tersendiri yang terpisah dari judul ini. Insyaallah akan dibahas kemudian. Pada kesempatan kali ini, penulis melanjutkan pembahasan yang lalu.

Setelah beriman kepada yang ghaib dan mendirikan sholat, kata iman di Surah Al Baqarah ayat ketiga disambung dengan menginfakkan sebahagian rizki yang Allah anugerahkan.

Infak (termasuk di dalamnya zakat dan sedekah) telah sering kita dengar istilahnya dalam kehidupan sehari-hari, bahkan sering kita jumpai sarana untuk berinfak, kotak infak masjid contohnya. Kedudukan infak dalam Islam sangatlah penting. Infak merupakan sarana menyucikan harta bagi muslim yang mampu sekaligus bantuan untuk para fakir dan miskin. Dengan adanya infak jalinan persaudaraan (ukhuwah islamiah) antara orang yang berada dan orang yang papa akan terbangun erat. Pertemuan di antara mereka akan menghilangkan sekat-sekat kebencian dan permusuhan antarmuslim.

Infak dapat mengukur keimanan, terutama kepada orang yang berada bahwasanya tidaklah infal itu mengurangi harta, melainkan semakin menambah harta yang dimiliki. Bagi yang kuat keimanannya tentu percaya dengan hadis ini, tetapi bagi yang lemah iman tentu kepercayaannya berkurang karena secara lahir harta itu berkurang ketika dikeluarkan (diinfakkan).

Infak juga dapat dijadikan alat ukur keimanan ketika terjadi musibah/bencana yang menimpa saudara muslim kita. Penderitaan saudara muslim di Ghaza, Aleppo (beberapa waktu yang lalu), dan Rohingya, misalnya, seberapa prihatinkah hati kita? Tergerak keinginan untuk membantu merekakah kita? Atau malah sibuk mencari pembenaran pihak yang menyengsarakan mereka?

Wallahu a'lam


EmoticonEmoticon